Tampilkan postingan dengan label iluvislam copas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label iluvislam copas. Tampilkan semua postingan

Rabu, 11 November 2009

Engkau Bukan Tulang Rusukku

Dara pun memulai meminta kepastian. ya, tentang cinta.

Dara: Siapa yang paling kamu cintai di dunia ini?
Raka: Kamu dong?
Dara: Menurut kamu, aku ini siapa?
Raka: (Berpikir sejenak, lalu menatap Dara dengan pasti) Kamu tulang rusukku! Ada tertulis, Tuhan melihat bahawa Adam kesepian. Saat Adam tidur, Tuhan mengambil rusuk dari Adam dan menciptakan Hawa. Semua pria mencari tulang rusuknya yang hilang dan saat menemukan wanita untuknya, tidak lagi merasakan sakit di hati."

Setelah menikah, Dara dan Raka mengalami masa yang indah dan manis untuk sesaat. Setelah itu, pasangan muda ini mulai tenggelam dalam kesibukan masing-masing dan kepenatan hidup yang kian mendera. Hidup mereka menjadi membosankan. Kenyataan hidup yang kejam membuat mereka mulai menyisihkan impian dan cinta satu sama lain.

Mereka mulai bertengkar dan pertengkaran itu mulai menjadi semakin panas. Pada suatu hari, pada akhir sebuah pertengkaran, Dara lari keluar rumah. Saat tiba di seberang jalan, dia berteriak, "Kamu nggak cinta lagi sama aku!"

Raka sangat membenci ketidakdewasaan Dara dan secara spontan balik berteriak, "Aku menyesal kita menikah! Kamu ternyata bukan tulang rusukku!"
Tiba-tiba Dara menjadi terdiam , berdiri terpaku untuk beberapa saat. Matanya basah. Ia menatap Raka, seakan tak percaya pada apa yang telah dia dengar.

Raka menyesal akan apa yang sudah dia ucapkan. Tetapi seperti air yang telah tertumpah, ucapan itu tidak mungkin untuk diambil kembali.

Dengan berlinang air mata, Dara kembali ke rumah dan mengambil barang-barangnya, bertekad untuk berpisah. "Kalau aku bukan tulang rusukmu, biarkan aku pergi. Biarkan kita berpisah dan mencari pasangan sejati masing-masing."

Lima tahun berlalu...

Raka tidak menikah lagi, tetapi berusaha mencari tahu akan kehidupan Dara. Dara pernah ke luar negeri, menikah dengan orang asing, bercerai, dan kini kembali ke kota semula. Dan Raka yang tahu semua informasi tentang Dara, merasa kecewa, karena dia tak pernah diberi kesempatan untuk kembali, Dara tak menunggunya.

Dan di tengah malam yang sunyi, saat Raka meminum kopinya, ia merasakan ada yang sakit di dadanya. Tapi dia tidak sanggup mengakui bahwa dia merindukan Dara.
Suatu hari, mereka akhirnya kembali bertemu. Di airport, di tempat ketika banyak terjadi pertemuan dan perpisahan, mereka dipisahkan hanya oleh sebuah dinding pembatas, mata mereka tak saling mau lepas.

Raka: Apa kabar?
Dara: Baik... ngg.., apakah kamu sudah menemukan rusukmu yang hilang?
Raka: Belum.
Dara: Aku terbang ke New York dengan penerbangan berikut.
Raka: Aku akan kembali 2 minggu lagi. Telpon aku kalau kamu sempat. Kamu tahu nomor telepon kita, belum ada yang berubah.

Tidak akan ada yang berubah. Dara tersenyum manis, lalu berlalu.
"Good bye...."

Seminggu kemudian, Raka mendengar bahwa Dara mengalami kecelakaan, mati. Malam itu, sekali lagi, Raka mereguk kopinya dan kembali merasakan sakit di dadanya. Akhirnya dia sadar bahwa sakit itu adalah karena Dara, tulang rusuknya sendiri, yang telah dengan bodohnya dia patahkan.

"Kita melampiaskan 99% kemarahan justru kepada orang yang paling kita cintai. Dan akibatnya seringkali adalah fatal"

Nasihat Seorang Ibu Tentang Cinta

Kisah ini datang dari lubuk hati saya sendiri, apa yang saya rasa dan apa yang saya alami sendiri. Saya tidak bermaksud untuk mengeluh apatah lagi mengingkari apa yang telah Allah s.w.t tetapkan kepada saya dan kita semua orang yang beriman dengan-Nya. Kisah ini saya
khabarkan agar apa yang saya lalui tidak berlalu begitu saja tanpa saya kongsi dan tanpa saya rekodkan sebagai panduan bagi diri saya sendiri untuk hari-hari kemudian.

Saya sama seperti orang lain, punya keinginan untuk menyayangi dan disayangi. Walau bagaimanapun, tidak mudah bagi saya untuk jatuh hati pada seorang wanita. Saya tidak mencari seorang wanita untuk dijadikan kekasih, tetapi saya mencari seorang teman pendamping
hidup saya hingga ke akhir hayat saya. Seorang yang boleh mengingatkan saya kiranya saya terlupa, dan yang paling penting wanita yang amat saya percayai untuk mendidik anak-anak saya kelak dan generasi yang akan lahir daripada keluarga kami nanti. Untuk itu, sejak di bangku sekolah lagi saya telah letakkan beberapa syarat bagi seorang wanita untuk hadir dalam hidup saya, dan dialah orangnya.

Dalam masa beberapa bulan saya belajar di sebuah pusat pengajian tinggi di Petaling Jaya, banyak perkara yang telah saya pelajari. Yang paling penting buat saya ialah, bagaimana saya mula mengenali wanita-wanita dalam hidup saya kerana saya sejak dari sekolah rendah
belum pernah bergaul secara langsung dengan seorang wanita pun dan saya amat peka terhadap larangan pergaulan antara lelaki dan wanita kerana saya bersekolah di sebuah sekolah menengah agama lelaki berasrama penuh. Lantaran itu, saya tidak pernah punya hati untuk
memberi cinta atau menerima cinta walaupun peluang itu hadir beberapa kali.

Saya mula mengenali si dia apabila kami sama-sama terpilih untuk mengendalikan sebuah organisasi penting di tempat kami belajar. Ditakdirkan Allah s.w.t, dia menjadi pembantu saya. Dari situlah perkenalan kami bermula.


Dia seperti yang telah saya ceritakan, bertudung labuh dan sentiasa mengambil berat tentang auratnya terutama stokin kaki dan tangannya. Itulah perkara pertama yang membuatkan saya tertarik padanya. Dia amat berhati-hati dalam mengatur butir bicaranya, bersopan-santun
dalam mengatur langkahnya, wajah yang sentiasa berseri dengan iman dan senyuman, dan tidak pernah ke mana-mana tanpa berteman. Suaranya amat sukar kedengaran dalam mesyuarat kerana dia hanya bersuara ketika suaranya diperlukan dan tidak sebelum itu. Saya melihat dia
sebagai seorang mukminah solehah yang amat menjaga peribadinya dan maruah dirinya. Saya tidak pernah bercakap-cakap dengannya kecuali dia punya teman di sisi dan atas urusan rasmi tanpa dipanjangkan- panjangkan. Saya seorang yang amat kuat bersembang dan sentiasa
punya modal untuk berbual-bual seperti kata teman saya, tetapi dengan dia saya menjadi amat pemalu dan amat menjaga. Bagi saya, itulah wajah sebenar seorang wanita solehah. Dia mampu mengingatkan orang lain dengan hanya menjadi dirinya, tanpa perlu berkata-kata
walau sepatah.

Pada hari terakhir saya di sana, saya punya tugas terakhir yang perlu saya selesaikan sebelum saya melepaskan posisi saya dan semua itu melibatkan dia. Sebaik sahaja semua kerja yang terbengkalai itu siap, saya mengambil peluang untuk berbual-bual dengan dia. Saya bertanya perihal keluarga dan apa yang dia rasa bertugas di samping saya untuk waktu yang amat sekejap itu. Alhamdulillah dia memberikan respon yang baik dan dari situlah saya mula mengenali dengan lebih dalam siapa sebenarnya pembantu saya ini. Namun, apa yang memang
boleh saya nampak dengan jelas, dia amat pemalu dan dia amat kekok semasa bercakap dengan saya. Selepas itu barulah saya tahu, sayalah lelaki pertama yang pernah berbual-bual dengan dia bukan atas urusan rasmi sebegitu. Di situlah saya mula menyimpan perasaan, tapi tidak
pernah saya zahirkan sehinggalah saya berada jauh beribu batu daripadanya.

Semasa saya berada di Jordan, saya menghubunginya kembali dan menyatakan hasrat saya secara halus agar dia tidak terkejut. Alhamdulillah, dia menerima dengan baik dan hubungan kami berjalan lancar selama empat bulan sebelum saya balik bercuti ke Malaysia. Kadang-kadang saya terlalai dalam menjaga hubungan kami dan dialah yang mengingatkan. Dialah yang meminta agar kami mengehadkan mesej-mesej kami agar tidak terlalu kerap. Semua itu menguatkan hubungankami dan bagi saya dialah teman hidup yang sempurna buat saya.

Walau bagaimanapun, sewaktu saya pulang ke Malaysia bulan lepas, ummi dapat menghidu perhubungan kami. Saya tahu ummi tidak berapa suka anak-anaknya bercinta tetapi saya tidak pernah menjangka ummi akan menghalangnya. Tetapi perhitungan saya silap, amat silap.

Buat pertama kali, adik perempuan saya memberitahu ummi sudah tahu perihal saya dan ummi tidak suka. Saya tidak pernah menganggapnya sesuatu yang serius sehinggalah ummi bercakap secara peribadi dengan saya pada satu hari. Saya masih ingat lagi kata-kata ummi yang buat
saya tak mampu membalas walau sepatah.

"I haven't found any entry in Islam that permit what you are doing right now. I haven't heard from anyone that love before marriage is permitted. But I know there's no relationship between male and female except for what is very important and official between them. So, may I know what kind of relationship you are having now and I to hear it from your mouth that it is legal in what you have been learning until now." "Not a single phrase, nor a word." "My sweetheart, if you want to build a family, a faithful one, you can never build it on what Allah has stated as wrong and proven false by the way Rasulullah p.b.u.h has taught us. A happy and blessed family come from Allah, and you don't even have anything to defend it as blessed if the first step you make is by stepping into what He has prohibited. You can't have a happy family if Allah doesn't help you so, and you must know in every family that stands until their dying day, they have Allah on their side. You can't expect Him to help you if you did the wrong step from the very beginning."

Saya tiada kata untuk membalas kerana semuanya benar. Saya tahu kebenaran itu sudah lama dulu, tetapi saya tak mampu untuk melawan kehendak nafsu saya sendiri. Saya akui, saya tertipu dengan apa yang dipanggil fitrah, dan apa yang dipanggil sebagai keperluan manusia.
Cinta tak pernah membawa kita ke mana, andai cinta itu bukan dalam lingkungan yang Allah redha. Tiada cinta yang Allah benarkan kecuali selepas tali perkahwinan mengikatnya. Itulah apa yang telah saya pelajari lama dahulu dan dari semua kitab Fiqh yang saya baca, tiada
satu pun yang menghalalkannya. Saya tahu kebenaran ini sudah lama dahulu, tetapi saya tidak kuat untuk menegakkannya. Saya tidak mampu untuk menundukkan kemahuan hati saya. Dan kata-kata ummi memberikan saya kekuatan untuk bangkit kembali dari kesilapan saya selama ini.

Ummi berkata:
"It's not me who want you to make a decision like this, but Allah tells you so."

Saya percaya, itulah yang terbaik buat saya dan dia. Dengan kekuatan itulah saya terangkan kepadanya, dan alhamdulillah dia faham. Amat faham. Walaupun air matanya seakan air sungai yang tidak berhenti mengalir, tetapi dia tahu itulah yang terbaik buat kami. Dia meminta maaf kepada ummi kerana menjalinkan hubungan yang tidak sah dengan saya, tetapi ummi memberi isyarat, janganlah bimbang. Andai ada jodoh kamu berdua, insya-Allah, Dia akan temukan kamu dalam keadaan yang jauh lebih baik dari sekarang.

Hidup saya sekarang lebih tenang kerana tiada apa yang menggusarkan hati saya lagi. Hidup saya lebih suci dan saya boleh bercakap kembali tentang agama saya dengan lebih bebas tanpa dihantui oleh perasaan berdosa. Bagi saya, dan dia, inilah saat untuk kami muhasabah kembali diri kami dan kami betulkan kembali segala kesilapan yang telah kami buat. Inilah saat untuk kami kejar kembali cita-cita kami dan sediakan diri untuk menjadi seorang ibu dan ayah
yang berakhlak mulia dan berperibadi tinggi. Inilah masanya kami insafi kembali keterlanjuran kami dahulu dan memohon moga-moga Allah sudi maafkan kami.

Sesungguhnya Ya Allah, aku insan yang sangat lemah. Aku tidak mampu melawan godaan syaitan yang tidak pernah jemu, juga hambatan nafsu yang tidak pernah lesu. Ampunkanlah aku.

Walau bagaimanapun, perpisahan ini hanya untuk sementara. Saya telah berjanji dengan diri saya sendiri, dialah yang akan jadi teman hidup saya nanti. Sesungguhnya pencarian saya untuk seorang calon isteri telah berakhir. Insan seperti dia hanya satu dalam seribu. Mana mungkin saya melepaskan apa yang amat berharga yang pernah hadir dalam hidup saya. Insya-Allah, sekiranya Allah s.w.t panjangkan umur, sebaik sahaja saya tamatkan pengajian saya di sini, saya akan kembali ke Malaysia dan melamarnya untuk menjadi permaisuri di hati saya. Insya-Allah, saya akan setia menunggu saat itu, dan saya akan berusaha sedaya-upaya saya untuk mengekalkan kesetiaan saya.

"Sekiranya kita telah bertemu dengan seorang insan yang amat mulia sebagai teman dalam hidup kita, janganlah lepaskannya kerana kita tidak tahu bilakah pula kita akan bertemu dengan insan yang seumpamanya."

Siapakah lagi dalam dunia ini yang menjaga adab berjalan antara lelaki dan perempuan sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi Musa a.s dan puteri Nabi Syuaib a.s beribu-ribu tahun dahulu?

Sabtu, 07 November 2009

Nikah Muda Dan Bahagia


Begitu saja aku dengari suatu ayat-ayat Al Quran yang membuatkan aku tersentak!
Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di kalangan kamu dan juga orang-orang yang layak menikah dikalangan hamba sahaya kamu laki-laki dan perempuan, jika mereka miskin Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan kurniaannya.Dan Allah maha Luas (Pemberiannya),lagi Maha Mengetahui (QS Annur :32)

Merupakan suatu perintah Allah agar segera menikahkan orang-orang yang masih bujang di kalangan kita.Bahkan seandainya kita termasuk golongan yang tidak mampu, jangan bimbang Allah swt sendiri akan memampukan kita.

Andai kita belum yakin dengan ayat Allah SWT perkataan apa lagi di dunia ini yang dapat menjadikan kita yakin terhadap sesuatu? Bah kan Rasullulah juga bersabda yang bermaksud:
“Carilah oleh kalian rezeki dalam pernikahan (dalam kehidupan berkeluarga) “ (Hadith riwayat Imam Ad Dhalani) dalam Musnad Al Firdaus

Dari Abu Hurairah r.a Rasulullah bersabda, “ 3 golongan yang akan selalu di beri pertolongan oleh Allah ialah seorang mujahid yang selalu memperjuangkan agama Allah swt ,seorang penulis yang selalu memberi penawar dan seorang yang menikah demi menjaga kehormatan dirinya” (Hadith riwayat Thabrani) dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim, dari Ad Dur Al Mantsur.
Abu Bakar As Siddiq pernah berkata “ Taatlah kamu kepada Allah dalam apa yang diperintahkan kepadamu iaitu perkahwinan,maka Allah akan melestarikan janjiNYA kepadamu iaitu kekayaan". Allah telah berfirman “Jika mereka miskin Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan kurniaannya” (QS Annur:32)

Apa lagi alasan mereka yang telah diberi kesihatan tubuh badan ,keinginan yang kuat untuk bersama pasangan dan mempercayai Allah sebagai Tuhan(ialah) untuk mengatakan diri ini belum memilih nikah sebagai jalan? Andai membujang itu suatu pilihan yang diberikan kepada mereka yang beriman.Maka ia adalah sesuatu yang dikategorikan sebagai kehinaan.

Rasullah bersabda lagi,Hadith Saad bin Abi Waqas berkata : ”Rasullulah saw melarang Uthman bin Mazun dari membujang,seandainya baginda merestuinya,pasti kami akan membujang" (Sahih Muslim)

Sabda baginda lagi: dari Anas ra, Rasullulah Al Ma’shum bersabda, “Barangsiapa mempunyai anak perempuan yang telah mencapai umur 12tahun,lalu ia tidak segerakan mengahwinkannya kemudian anak perempuan tersebut melakukan dosanya di tanggung oleh ayahnya". (Hadith riwayat Baihaqi)
Ibnu Ma’ud pernah mengatakan, "Seandai tinggal sepuluh hari sahaja dari usiaku ,niscaya aku tetap ingin kahwin agar aku tidak menghadap Allah dalam keadaan masih bujang"

Sahabat-sahabat sekalian,seandainya mahu merenung akan hadith-hadith ini,maka apa lagi yang dinanti,berusahalah sedaya upaya kita untuk menikah.Kerana hadith yang menyuruh bernikah berbunyi:

Abdullah bin Mas’ud ra: diriwayatkan dari Al Qamah ra katanya: "Aku berjalan-jalan di Mina bersama Abdullah ra yang kemudian menghampiri Abdullah ra. Setelah berbincang beberapa ketika,Othman ra bertanya,wahai abu abdul rahman;mahukah aku jodohkan kamu dengan seorang perempuan muda? Mudah mudahan perempuan itu akan dapat mengigatkan kembali masa lampau mu yang indah"

Mendengar tawaran itu Abdullah ra menjawab;

"Apa yang kamu ucapkan itu adalah sejajar dengan apa yang pernah di sabdakan oleh rasullulah saw kepada kami "
"Wahai golongan pemuda! Sesiapa di antara kamu yang telah mempunyai keupayaan iaitu zahir dan batin untuk berkahwin, maka hendaklah dia berkahwin,sesungguhnya perkahwinan itu dapat menjaga pandangan mata dan menjaga kehormatan.maka sesiapa yang tidak berkemampuan,hendaklah dia berpuasa kerana puas itu dapat mengawal iaitu benteng nafsu" (Hadith riwayat Muslim)

Seandainya kita telah berusaha sedaya upaya,serahkanlah semuanya pada Allah.Dialah yang memberi rezeki.Bukanlah orang itu termasuk dalam golongan tidak mampu,seandainya dia terus membiarkan dirinya saja,tidak berbuat apa-apa lalu apabila ditanyakan kepadanya lalu dia menjawab TIDAK MAMPU.Akan tetapi seorang yang tidak mampu adalah mereka yang telah berusaha sekuat hati ,namun hasilnya tetap di tahan oleh Allah SWT sebagai ujian untuk dirinya.

Seorang saudara mengadukan dirinya yang masih kurang iman kepada sahabatnya,
"Saya rasa masih tidak kuat lagi untuk menikah” .

Jawab sahabatnya,
"Justeru kerana kamu masih belum kuat imanlah kamu harus menyegerakan nikah, kan nikah itu menyempurnakan separuh dari agama ?"

Lantas di sebabkan iman kita yang kurang inilah kita harus segera bernikah.Bagaimana kalian sahabat-sahabat ku? Luruskan niatmu , jangan bernikah kerana keSERONOKan di dalamnya,jangan pula kerana orang mengatakannya BAIK atau apa sebab lain pun selain dari
Aku nikah kerana ALLAH dan perintah RASULULLAH!

Dan carilah pernikahan yang barakah. Zainab bin Jashyi dan Zaid bin Harithah yang cukup kuat iman mereka pun bercerai akhirnya. Zaid anak angkat Nabi, kekasih nabi, panglima perang , manakala Zainab, ummul mukminin, satu figura yang tidak mungkin ada kelemahan dari imannya, mungkihkah lagi keimanan mereka diragukan. Lantas sahabat semua serahkan segalanya pada Allah SWT.
Bahagia bukan terletak pada kesenangan hidup,banyaknya harta,indahnya pasangan dan sebagainya.Bahagia itu terletak pada, firman Allah
“ Dan diantara tanda-tanda(kebesaran)Nya ilah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri,agar kamu cenderung dan berasa temteram kepadanya.Dan menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang”. (QS ar Ruum:21)

Kamis, 05 November 2009

Ada Yang Lebih Baik Dari Bidadari Syurga!!




Wanita solehah tidak boleh sembarangan mencintai lelaki. Lelaki yang paling wajar dicintai oleh wanita solehah ialah Nabi Muhammad SAW. Ini kerana Nabi Muhammad SAW adalah pembela nasib kaum wanita.

Baginda telah mengangkat martabat kaum wanita daripada diperlakukan dengan kehinaan pada zaman jahiliyah, khususnya oleh kaum lelaki. Ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW juga berjaya menyempurnakan budi pekerti kaum lelaki. Ini membawa keuntungan kepada kaum wanita kerana mereka mendapat kebebasan dalam kawalan dan perlindungan keselamatan oleh kaum lelaki.

Iaitu dengan mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW menjadikan bapa atau suami mereka berbuat baik dan bertanggungjawab ke atas keluarganya. Demikian juga dengan kedatangan Rasulullah SAW telah menjadikan anak-anak tidak lupa untuk berbakti kepada ibu mereka, contohnya seperti Uwais Al-Qarni.

Salah satu tanda kasih Baginda SAW terhadap kaum wanita ialah dengan berpesan kepada kaum lelaki agar berbuat baik kepada wanita, khususnya ahli keluarga mereka. Rasulullah SAW sendiri menjadikan diri dan keluarga baginda suri teladan kepada kaum lelaki untuk bagaimana berbuat baik dan memuliakan kaum wanita.

Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya, dan yang berbuat baik kepada ahli keluarganya.” (Riwayat Abu Daud dan Tirmizi) Lagi sabda Rasulullah SAW, “Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik terhadap keluarganya; dan aku adalah yang terbaik dari kamu terhadap keluargaku. Orang yang memuliakan kaum wanita adalah orang yang mulia, dan orang yang menghina kaum wanita adalah orang yang tidak tahu budi.” (Riwayat Abu ‘Asakir).

Tapi betul ke wanita solehah itu lebih baik daripada bidadari syurga?


Daripada Umm Salamah, isteri Nabi SAW, katanya(di dalam sebuah hadis yang panjang): Aku berkata, “Wahai Rasulullah! Adakah wanita di dunia lebih baik atau bidadari?” Baginda menjawab, “Wanita di dunia lebih baik daripada bidadari sebagaimana yang zahir lebih baik daripada yang batin.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah! Bagaimanakah itu?” Baginda menjawab, “Dengan solat, puasa dan ibadat mereka kepada Allah, Allah akan memakaikan muka-muka mereka dengan cahaya dan jasad mereka dengan sutera yang berwarna putih,berpakaian hijau dan berperhiasan kuning….(hingga akhir hadis)” (riwayat al-Tabrani).

Terkejut bila membaca hadis ni dan ingin berkongsi bersama rakan-rakan lain. Sungguh tinggi darjat wanita solehah, sehingga dikatakan lebih baik daripada bidadari syurga. Semoga hadis ini menjadi inspirasi bagi kita semua dalam memperbaiki diri agar menjadi lebih baik daripada bidadari syurga. InsyaAllah.. Tapi, bagaimana yang dikatakan wanita solehah itu? Ikuti kisah berikut, semoga kita sama-sama beroleh pengajaran.

Seorang gadis kecil bertanya ayahnya, “Ayah ceritakanlah padaku perihal muslimah sejati?” Si ayah pun menjawab, “Anakku,seorang muslimah sejati bukan dilihat dari kecantikan dan keayuan wajahnya semata-mata.Wajahnya hanyalah satu peranan yang amat kecil,tetapi muslimah sejati dilihat dari kecantikan dan ketulusan hatinya yang tersembunyi. Itulah yang terbaik”. Si ayah terus menyambung, “Muslimah sejati juga tidak dilihat dari bentuk tubuh badannya yang mempersona,tetapi dilihat dari sejauh mana ia menutupi bentuk tubuhnya yang mempersona itu".


"Muslimah sejati bukanlah dilihat dari sebanyak mana kebaikan yang diberikannya ,tetapi dari keikhlasan ketika ia memberikan segala kebaikan itu.Muslimah sejati bukanlah dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya tetapi dilihat dari apa yang sering mulutnya bicarakan.Muslimah sejati bukan dilihat dari keahliannya berbahasa,tetapi dilihat dari bagaimana caranya ia berbicara dan berhujah kebenaran". Berdasarkan ayat 31,surah An Nurr,Abdullah Ibnu Abbas dan lain-lainya berpendapat, "Seseorang wanita islam hanya boleh mendedahkan wajah,dua tapak tangan dan cincinnya di hadapan lelaki yang bukan mahram". (As syeikh said hawa di dalam kitabnya Al Asas fit Tasir).

“Janganlah perempuan -perempuan itu terlalu lunak dalam berbicara sehingga menghairahkan orang yang ada perasaan dalam hatinya,tetapi ucapkanlah perkataan yang baik-baik”. (surah Al Ahzab:32). “Lantas apa lagi ayah?”sahut puteri kecil terus ingin tahu. “Ketahuilah muslimah sejati bukan dilihat dari keberaniannya dalam berpakaian grand tetapi dilihat dari sejauh mana ia berani mempertahankan kehormatannya melalui apa yang dipakainya. Muslimah sejati bukan dilihat dari kekhuwatirannya digoda orang di tepi jalanan tetapi dilihat dari kekhuwatirannya dirinyalah yang mengundang orang tergoda".

"Muslimah sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujian yang ia jalani tetapi dilihat dari sejauh mana ia menghadapi ujian itu dengan penuh rasa redha dan kehambaan kepada TUHAN nya,dan ia sentiasa bersyukur dengan segala kurniaan yang diberi.Dan ingatlah anakku muslimah sejati bukan dilihat dari sifat mesranya dalam bergaul tetapi dilihat dari sejauh mana ia mampu menjaga kehormatan dirinya dalam bergaul”.


Setelah itu si anak bertanya, ”Siapakah yang memiliki criteria seperti itu ayah?Bolehkah saya menjadi sepertinya?mampu dan layakkah saya ayah?”.
Si ayah memberikan sebuah buku dan berkata,”Pelajarilah mereka!supaya kamu berjaya nanti.INSYA ALLAH kamu juga boleh menjadi muslimah sejati dan wanita yang solehah kelak,malah semua wanita boleh”. Si anak pun segera mengambil buku tersebut lalu terlihatlah sebaris perkataan berbunyi ISTERI RASULULLAH.

“Apabila seorang perempuan itu solat lima waktu ,puasa di bulan ramadhan ,menjaga kehormatannya dan mentaati suaminya,maka masuklah ia ke dalam syurga dari pintu-pintu yang ia kehendakinya”.(riwayat Al Bazzar)


Surat Kepada Calon Suamiku [ila Mujahieedn fie kulli makan]



Assalammualaikum wrt wbt.

Buatmu,

Bakal suamiku.

Entah angin apa yang membuai hari ini, membuatkanku begitu berani untuk mencoretkan sesuatu untuk dirimu yang tidak pernah kukenali. Aku sebenarnya tidak pernah berniat untuk memperkenalkan diriku kepada sesiapa. Apatah lagi meluahkan sesuatu yang khusus buatmu sebelum tiba masanya. Kehadiran seorang lelaki yang menuntut sesuatu yang aku jaga rapi selama ini semata-mata buatmu. Itulah hatiku dan cintaku, membuatkan aku tersedar dari lenaku yang panjang.

Aku telah dididik ibu semenjak kecil agar menjaga maruah dan mahkota diriku kerana Allah telah menetapkannya untuk suamiku, iaitulah dirimu suatu hari nanti. Kata ibu, tanggungjawab ibubapa terhadap anak perempuan ialah menjaga dan mendidiknya sehingga seorang lelaki mengambil alih tanggungjawab itu dari mereka. Jadi, kau telah wujud dalam diriku sejak dulu lagi. Sepanjang umurku ini.

Aku menutup pintu hatiku daripada mana-mana lelaki kerana aku tidak mahu membelakangimu. Aku menghalang diriku dari mengenali mana-mana lelaki kerana aku tidak mahu mengenali lelaki lain selainmu, apatah lagi memahami mereka. Kerana itulah aku sedaya kudrat yang lemah ini membatasi pergaulanku dengan bukan mahramku. Aku sering sahaja berasa tidak selamat diperhatikan lelaki. Bukanlah aku menyangka buruk terhadap mereka, tetapi lebih baik aku berjaga-jaga kerana contoh banyak di depan mata. Apabila terpaksa berurusan dengan mereka, akan aku buat ‘expressionles face’ dan ‘cool’. Akan aku palingkan wajahku daripada lelaki yang asyik merenungku ataupun cuba menegurku. Aku seboleh-bolehnya melarikan pandanganku daripada ajnabi kerana pesan ‘Aisyah R.A ;

“sebaik-baik wanita ialah yang tidak memandang dan dipandang”

Aku tidak ingin dipandang cantik oleh lelaki. Biarlah aku hanya cantik di matamu. Apa guna aku menjadi idaman ramai lelaki sedangkan aku hanya boleh menjadi milikmu seorang. Aku tidak merasa bangga menjadi rebutan lelaki bahkan aku merasa terhina diperlakukan sebegitu seolah-olah aku ini barang yang boleh dimiliki sesuka hati. Aku juga tidak mahu menjadi punca kejatuhan seseorang lelaki yang dikecewakan lantaran terlalu mengharapkan sesuatu yang tidak dapat kuberikan.

Bagaimana akan aku jawab di hadapan Allah kelak andai disoal?

Adakah itu sumbanganku kepada manusia selama hidup di muka bumi?


Kalau aku tidak ingin kau memandang perempuan lain, aku dululah yang perlu menundukkan pandanganku. Aku harus memperbaiki kelemahan dan menghias peribadiku kerana itulah yang dituntut Allah. Kalau aku inginkan lelaki yang baik menjadi suamiku, aku juga perlu menjadi perempuan yang baik.

Bukankah Allah telah menjanjikan perempuan yang baik itu untuk lelaki yang baik?

Tidak dapat aku nafikan, sebagai remaja aku memiliki perasaan untuk menyayangi dan disayangi. Namun, setiap kali perasaan itu datang, setiap kali itulah aku mengingatkan diriku bahawa aku perlu menjaga perasaan itu kerana ia semata-mata untukmu. Allah telah memuliakan seorang lelaki yang bakal menjadi suamiku untuk menerima hati dan perasaanku yang suci. Bukan hati yang menjadi lebihan lelaki lain. Lelaki itu berhak mendapat kasih yang tulen, bukan yang telah dibahagi-bahagikan.

Diriku yang sememangnya lemah ini diuji Allah apabila seorang lelaki secara tidak sengaja mahu berkenalan denganku. Aku secara keras menolak, pelbagai dalil aku dikemukakan, tetapi dia tidak mahu mengalah. Lelaki itu tidak hanya berhenti di situ. Dia sentiasa menghubungi dan menggangguku. Aku berasa amat tidak tenteram, seolah-olah seluruh hidupku yang ceria selama ini telah dirampas dariku. Aku tertanya-tanya adakah aku berada di tebing kebinasaan. Aku beristighfar memohon keampunan-Nya. Aku juga berdoa agar Dia melindungi diriku daripada sebarang kejahatan. Kehadirannya membuatkan aku banyak memikirkanmu. Kau kurasa seolah-olah wujud bersamaku. Di mana sahaja aku berada, akal sedarku membuat perhitungan denganmu. Aku tahu lelaki yang melamarku itu bukan dirimu. Malah aku yakin pada gerak hati, ‘woman intuition’ku yang mengatakan lelaki itu bukan kau.

Aku bukanlah seorang gadis yang cerewet dalam memilih pasangan hidup. Siapalah diriku ini untuk memilih berlian sedangkan aku hanya sebutir pasir yang wujud di mana-mana. Tetapi aku juga punyai keinginan seperti gadis lain, dilamar lelaki yang bakal dinobat sebagai ahli syurga, memimpinku ke arah tuju yang satu. Tidak perlu kau memiliki wajah seindah Nabi Yusuf A.S yang mampu mendebarkan jutaan gadis untuk membuatku terpikat. Andainya kaulah jodohku yang tertulis di Luh Mahfuz, Allah pasti mencampakkan rasa kasih di dalam hatiku, jua hatimu kali pertama kita berpandangan. Itu janji Allah. Akan tetapi, selagi kita tidak diikat dengan ikatan yang sah, selagi itu jangan kau zahirkan perasaanmu itu kepadaku kerana kau masih tidak mempunyai hak untuk berbuat begitu. Juga jangan kau lampaui batasan yang telah ditetapkan syara’. Aku takut perlakuanmu itu akan memberi impak yang tidak baik dalam kehidupan kita kelak. Permintaanku tidak banyak, cukuplah dirimu yang diinfak seluruhnya pada mencari redha Ilahi.

Aku akan berasa amat bertuah andai dapat menjadi tiang seri ataupun sandaran perjuanganmu. Bahkan aku amat bersyukur pada Ilahi kiranya akulah yang ditakdirkan meniup semangat juangmu, menghulurkan tanganku untuk berpaut sewaktu rebah atau tersungkur di medan yang dijanjikan Allah dengan kemenangan atau syahid itu. Akan aku kesat darah dari lukamu dengan tanganku sendiri. Itulah impianku. Aku pasti berendam airmata darah andainya engkau menyerahkan seluruh cintamu padaku. Bukan itu yang aku impikan. Cukuplah kau mencintai Allah dengan sepenuh hatimu. Kerana dengan mencintai Allah kau akan mencintaiku kerana-Nya. Cinta itu lebih abadi dari cinta insan biasa. Moga cinta itu juga yang akan mempertemukan kita kembali di syurga.

Aku juga tidak ingin dilimpahi kemewahan dunia. Cukuplah dengan kesenangan yang telah diberikan ibubapaku dulu. Apa guna kau menimbun harta untuk kemudahanku sekiranya harta itu membuatkan kau lupa pada tanggungjawabmu terhadap agamamu. Aku tidak akan sekali-kali bahagia melihatmu begitu. Biarlah kita hidup di bawah jaminan Allah sepenuhnya. Itu lebih bermakna bagiku.

Dariku,

Bakal isterimu

Senin, 02 November 2009

Arti Pernikahan


Pernikahan itu adalah salah satu anugerah dan nikmat yang dikurniakan oleh Allah SWT kepada hamba-hambaNya, khususnya kepada kita iaitu umat Rasulullah SAW. Pernikahan merupakan jalan yang sah lagi diredhai oleh Allah SWT bagi menghalalkan hubungan antara lelaki dan perempuan.

Adalah merupakan fitrah manusia yang sihat bahawa seorang lelaki akan tertarik kepada perempuan, dan begitulah sebaliknya. Maka, apabila telah wujud rasa suka dan cinta seorang lelaki kepada seorang perempuan, syariat Islam telah menyediakan pernikahan sebagai jalan memanifestasikan kecenderungan dan kecintaan yang wujud di antara dua insan tersebut.

Firman Allah SWT yang lebih kurang maksudnya:

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” (Surah Ar-Ruum, ayat ke-21)

Sememangnya fitrah seseorang lelaki akan menyukai perempuan, dan seseorang perempuan akan menyukai lelaki. Rasa suka, cinta, dan cenderung itu adalah fitrah yang tidak boleh dinafikan malah tidak perlu dinafikan. Apa yang penting ialah perasaan itu haruslah disalurkan dan dimanifestasikan dengan cara yang halal dan baik.

Imam Al-Ghazali menyatakan bahawa cinta itu adalah kecenderungan jiwa kepadanya (kepada sesuatu yang dicintai itu) kerana keadaannya yang merupakan suatu kenikmatan kepadanya. Semakin bertambah kenikmatan, semakin bertambahlah kecintaan.

Allah SWT melengkapkan manusia dengan pancaindera yang dengannya manusia dapat merasai kenikmatan dan kelazatan dalam perkara yang disukai dan dicintai. Dalam salah sebuah hadith yang dipetik oleh Imam Al-Ghazali di dalam Ihya’ ‘Ulumuddin;

Rasulullah SAW bersabda yang lebih kurang maksudnya:

“Tiga hal dari duniamu yang dijadikan aku menyukainya, yakni: wangi-wangian, wanita, dan kesejukan hatiku dalam solat.”

Maka, kesukaan yang diwujudkan antara seorang lelaki dan perempuan itu, haruslah disatukan melalui jalan pernikahan. Sudah tentu, pernikahan itu ada syarat-syaratnya dan adab-adabnya. Adab-adab dalam pernikahan perlu diberikan perhatian yang teliti kerana pernikahan membawa erti yang cukup besar. Antara tujuan pernikahan adalah bagi menghalalkan perhubungan antara seorang lelaki dan perempuan. Segala batas pergaulan antara lelaki dan perempuan, dari segi pandangan, sentuhan, mahupun pendengaran, diangkat melalui pernikahan. Namun, erti pernikahan yang sebenar tidaklah sekecil itu.

Pada hari ini, apabila pernikahan itu difahami hanya dalam konteks menghalalkan perhubungan antara seorang lelaki dan seorang perempuan, maka kita dalam melihat banyaknya masalah dalam rumahtangga dan kehidupan berkeluarga. Antara erti yang paling besar melalui pernikahan adalah pernikahan ini merupakan suatu ibadah, yang dapat membantu kehidupan beragama seseorang itu. Dalam salah sebuah hadith, Rasulullah SAW menerangkan betapa besarnya erti pernikahan dalam konteks melengkapkan agama seseorang itu.

Sabda Rasulullah SAW yang lebih kurang maksudnya:

“Barangsiapa yang telah dikurniakan oleh Allah dengan isteri yang solehah, maka ia telah dilengkapkan sebahagian daripada agamanya. Maka, bertaqwalah kepada Allah untuk sebahagian yang lain itu.” (Hadith Riwayat At-Tabrani dan Al-Hakim dan dinyatakan sahih sanadnya)

Dalam matan yang lain, disebut bahawa pernikahan itu melengkapkan separuh daripada agama, dan hendaklah bertaqwa kepada Allah untuk separuh lagi. Justeru, hal ini seharusnya menggambarkan kepada kita betapa melalui jalan pernikahan itu dapat melengkapkan sebahagian besar daripada agama. Hal tersebut, sudah tentu berkait rapat dengan maksud dan hikmah pernikahan yang lain.

Antaranya, melalui pernikahan kelangsungan hidup manusia sebagai manifestasi tanggungjawab khalifah dapat dipastikan berlaku. Melalui pernikahan juga akan dapat meneruskan kehidupan manusia, melalui anak-anak yang dilahirkan. Anak-anak yang dilahirkan itu akan lahir sebagai umat Rasulullah SAW. Maka, apabila terdidik pula anak-anak itu dengan baik menjadi anak yang soleh dan solehah, berbanggalah Rasulullah SAW dengan bilangan umat baginda yang banyak. Ibubapa akan mendapat kebaikan, dan masyarakat akan mendapat manfaat.


Sabda Rasulullah SAW yang bermaksud:

“Kahwinilah olehmu wanita yang pencinta (sangat mencintai suami dan anak-anak) dan peranak (subur). Maka sesungguhnya aku bermegah-megah dengan banyaknya kamu (umat Rasulullah) itu terhadap nabi-nabi yang lain di hari kiamat.” (Hadith Riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban)
Pernikahan juga adalah merupakan perkara yang akan dapat menenangkan jiwa, serta membantu proses untuk meningkatkan kualiti kerohanian seseorang. Hal ini demikian kerana melalui jalan pernikahan akan lebih memelihara kehormatan serta kesucian jiwa seseorang itu. Hati akan lebih tenang kerana sesebuah pernikahan yang baik itu akan dikurniakan oleh Allah SWT dengan ‘Mawaddah wa Rahmah’, yakni rasa kasih dan sayang.

Selain daripada itu, pastinya adalah lebih mudah bagi seseorang yang telah berkahwin untuk memelihara diri daripada melakukan dosa dan maksiat, termasuklah maksiat hati. Apabila seseorang itu lebih mampu memelihara dirinya daripada maksiat, maka lebih mudahlah untuk seseorang itu memberikan penumpuan kepada ibadah dan usaha mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Sabda Rasulullah SAW yang lebih kurang bermaksud:

“Barangsiapa yang telah merasa sanggup (mampu) untuk berumahtangga, maka hendaklah ia bernikah. Sesungguhnya nikah itu lebih melindungi penglihatan dan lebih memelihara kehormatan. Dan sesiapa yang belum sanggup (mampu), hendaklah dia berpuasa, kerana puasa itu dapat mengurangkan nafsu syahwat.” (Hadith Riwayat Bukhari)

Maka, apa yang penting untuk difahami adalah bahawa pernikahan itu merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti ibadah, serta seharusnya menjadikan seseorang itu lebih dekat kepada Allah SWT. Hal ini demikian kerana pada hakikatnya, pernikahan itu sendiri adalah merupakan satu kurniaan yang besar daripada Allah SWT kepada hamba-Nya.

Bukankah jodoh itu ketentuan Allah? Oleh sebab itulah kita dapat melihat pada hari ini, begitu ramai orang yang bercinta selama bertahun-tahun lamanya, tetapi akhirnya tidak sampai kepada pernikahan. Ada juga yang bercinta begitu lama, akhirnya menikah jua. Ada juga yang berkenalan hanya seketika, kemudian terus mendirikan rumahtangga.

Keadaan-keadaan tersebut seharusnya memberikan kepada kita suatu pengertian bahawa soal jodoh bukanlah terletak kepada usaha manusia, tetapi adalah merupakan ketetapan dan ketentuan Allah SWT. Usaha manusia itu hanyalah sebagai sebab. Maka, bagi sesiapa yang setelah menikah dengan seseorang itu, semakin jauh hatinya daripada mengingati Allah serta beribadah kepada-Nya, bukankah itu namanya kufur nikmat?

Kerana erti syukur itu, adalah apabila kita menghargai pemberian dan kurniaan daripada Allah SWT untuk lebih mendekatkan kita kepada-Nya. Justeru, adalah penting juga untuk difahami bahawa di sebalik kenikmatan dan faedah pernikahan, terdapat risiko dan cabaran yang seandainya seseorang itu lalai dalam menjalankan tanggungjawabnya, khususnya tanggungjawab kepada Allah dan kepada Rasulullah, maka pastinya seseorang itu akan mudah terjerumus dan terperangkap dalam hal-hal yang tidak baik yang hadir bersama sesebuah pernikahan.

Imam Al-Ghazali mengingatkan tentang hal ini di dalam Ihya’ ‘Ulumuddin. Antara kesusahan

Kesibukan duniawi, kesibukan menguruskan hal keluarga, boleh sampai melalaikan seseorang itu daripada mengingati Allah SWT. Kesusahan dalam mencari nafkah, boleh sehingga mewujudkan sifat bakhil. Tuntutan kehendak dan keperluan isteri dan keluarga, boleh membawa kepada kefakiran, yang akhirnya boleh membawa seseorang itu kepada kebinasaan.

Imam Al-Ghazali memetik sebuah hadith Rasulullah SAW sebagai peringatan, yang kira-kira maksudnya:

“Akan datang pada manusia suatu zaman di mana lelaki binasa di tangan isterinya, kedua orang tuanya, dan anaknya. Mereka mencelanya dengan kefakiran dan membebaninya dengan sesuatu yang tidak mampu dipikulnya. Maka ia memasuki tempat-tempat yang akan menghilangkan agamanya. Lalu ia binasa.”

Justeru, adalah sangat penting bagi seseorang itu untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, serta memahami dan menyikapi pernikahan itu dalam erti dan konteks ibadat yang luas. Kecintaan seorang suami kepada isteri, mahupun kecintaan seorang isteri kepada suami, haruslah jangan sampai melalaikan kecintaan yang lebih berhak. Kecintaan kepada Allah dan Rasulullah itu sudah tentu adalah yang paling utama.

Sabda Rasulullah SAW yang bermaksud:

“Tidaklah seseorang di antara kamu beriman sehingga ia menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada keluarganya, hartanya, dan manusia seluruhnya.”

Apabila seseorang itu mencintai keluarganya, hartanya dan dunianya lebih daripada kecintaan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, maka sudah tentu Allah akan menyerahkan seseorang itu untuk diurus dan diaturkan kehidupannya oleh dunianya. Namun, apabila seseorang itu menjadi kekasih Allah SWT dan Rasulullah SAW, maka kehidupannya diatur dan diurus oleh Allah SWT.

Bukankah Allah itu sebaik-baik pengurus? Bukankah Allah itu sebaik-baik pembantu dan penolong? Sungguh, sebaik-baik tempat bergantung hanyalah Allah!
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Syukran ala ziaroh... :)